Kamis, 03 Mei 2012

KETAHANAN NASIONAL


KETAHANAN NASIONAL
Ketahanan nasional suatu bangsa dapat dilihat dari kepedulian bangsa itu sendiri apakah peduli atau tidak kepada bangsanya. Ketahana sangat dibutuhkan dalam setiap Negara untuk menjaga suatu bangsa dari serangan musuh atau teroris atau juga keadaan kesejahteraan suatu bangsa.
Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang mempengaruhi ketahanan nasional serta opini-opini dari ilmuwan tentang ketahanan suatu bangsa. Maka dibawah ini akan di jelaskan tentang Ketahanan Nasional

II. Pengertian Ketahanan Nasional

Ketahanan Nasional sebagai kondisi. Perspektif ini melihat ketahanan Nasional sebagai suatu penggambaran atas keadaan yang seharusnya dipenuhi. Keadaan atau kondisi ideal demikian memungkinkan suatu negara memiliki kemampuan mengemabangkan kekuatan nasional sehingga mampu menghadapi segala macam ancaman dan gangguan bagi kelangsungan hidup bangsa yang bersangkutan
Ketahanan Nasional sebagai pendekatan/metode/cara menjalankan suatu kegiatan khususnya pembangunan negara. Sebagai suatu pendekatan, ketahanan nasional menggambarkan pendekatan yang integaral. Integral dalam arti pendekatan yang mencerminkan antara segala aspek/ isi, baik pada saat membangun maupu pemecahan masalah kehidupan. Dalam hl pemikiran , pendekatn ini menggunakan pemikiran kesisteman.
Ketahanan Nasional sebagai doktrin. Ketahanan nasional merupakan salah satu konsepsi khas Indonesia yang berupa ajaran konseptual tentang pengaturan dan penyelenggaraan bernegara. Sebagai doktrin dasar nasional, konsep ketahanan nasional dimasukkan dalam GBHN agar setiap orang , masyarakat, dan penyelenggara negara menerima dan menjalankannya.

Pada pembahasan ini nanti lebih menitik beratkan pada ketahanan nasional sebagai kondisi dan secara tidak langsung sebagai sebuah doktrin dasar nasional Indonesia serta pendekatan dalam pelaksanaan pembangunan.

Jadi dapat dimaknai bahwa Ketahanan Nasional adalah kondisi dinamis yang merupakan integrasi dari setiap aspek kehidupan bangsa dan Negara . pada hakikatnya ketahanan nasional adalah kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan hidup menuju kejayaan bnagsa dan Negara. Berhasilnya pembangunan nasional akan meningkatkan ketahanan nasional. Selanjutnya ketahanan nasional yang tangguh akan mendorong pembangunan.

III. Perkembangan Konsep Ketahanan Nasional di Indonesia

Kemunculan konsep Ketahanan nasional di Indonesia yaitu tahun 1968 dalam pemikiran Lemhanas Sehingga konsep tersebut sebagai pertanda beralihnya konsep kekuatan nasional menjadi ketahanan nasional.

Ketahanan nasional meliputi :

Ketahanan ideology : kondisi mental bangsa Indonesia yang berlandaskan akan ideology Pancasila
Ketahanan Politik : kondisi kehidupan politik bangsa Indonesia yang berlandaskan demokrasi politik berdasarkan pancasila dan UUD 1945 yang mampu memelihara sistem politik yang sehat dan dinamis.
Ketahanan Ekonomi : kondisisi kehidupan perekonomian bangsa yang berlandaskan demokrasi ekonomi yang berlandaskan pancasila yang mampu memelihara stabilitas ekonomi.

Ketahanan sosial budaya : kondisi sosial budaya bangsa yang dijiwai kepribadian nasional berdasarkan pancasila yang mengandung kemampuan membentuk dan mengembangkan kehidupan sosial budaya manusia an masyarakat Indonesia.

Ketahanan pertahanan keamanan adalah kondisi daya tangkal bangsa yang dilandasi kesadaran bela Negara seluruh rakyat yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas pertahanan dan keamanan.

IV. Unsur-Unsur Ketahanan Nasional

Unsur kekuatan nasional menurut Hans J Morgenthou
Faktor tetap ( satble factor ) : geografi dan sumber daya alam
faktor yang berubah ( dynamic factors ) : kemampuan Industri, militer, demografi, karakter nasional, moral nasional, dan kualitas diplomatis.
Unsur ketahanan nasional menurut parakhas Chandra
alamiah terdiri dari geografi, sumber daya, dan penduduk sosial terdiri dari perkembangan ekonomi, struktur politik, struktur budaya dan moral nasional
lain-lain : ide, intelegensi, dan diplomasi, kebijaksanaan dan kepemimpinan

Unsur ketahanan nasional model Indonesia :
Tri gatra adalah aspek alamiah ( tangible): penduduk, sumberdaya alam, dan wilayah
Pancagatra adalah aspek sosial ( intangible) yang terdiri dari ideology, politik, ekonomi , sosila buadaya dan pertahanan keamanan.

V. Pembelaan Negara

1. Upaya bela Negara adalah : sikap dan perilaku warga Negara yang dijiwai oleh kecintaanya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasatrkan pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan kehidupan berbagsa dan bernegara.
2. Membela Negara adalah hak dan kewajiban warga Negara ( Pasal 27 ayat 3 UUD 1945 )
3. Setiap warga Negara juga berhak dan wajib ikut serta dalam pertahanan keamanan ( Pasal 30 ayat 1 UUD 1945 )
4. Undang-undang yang mengatur mengenai pelaksanan bela Negara :

  • UU no. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
  • UU N0. 3 tahun 2002 Tentang Pertahanan Keamanan
  • UU N0. 34 tahun 2004 tentang TNI
5. Peran warga Negara dalam bela Negara Pasal 9 UU No. 3 Tahun 2002
Peran warga Negara dalam upaya bela Negara diselenggarakan melalui :
a. Pendidikan kewarganegaraan
b. Pelatihan dasar kemiliteran secara wajib
c. Pengabdian sebagai prajurit TNI
d. Pengabdian sesuai profesi.

A. Keikutsertaan warganegara dalam bela Negara dapat berbentuk fisik dan non fisik. Berbentuk fisik dengan cara “ memanggul bedil “. Bentuk non fisik segala upaya untuk memeprtahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan cara meningkatkan kesadaran berbagsa dan bernegara, menanamkan kecintaan terhadap tanah air serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara.

B. Indentifikasi terhadap Ancaman terhadap bangsa dan Negara :

C. Bentuk –bentuk dari ancaman militer :
a. Agresi berupa penggunaan kekuatan bersenjata Negara lain terhadap kedaulatan neagra , keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dan neagra.
b. Pelanggaran wilayah yang dilakukan Negara lain
c. Spionasi yang dilakuakn Negara lain
d. Aksi teror internasional yang dilakuakan oleh jaringan terorisme Internasioanl
e. Pemberontakan bersenjata.
 ketahana nasional bukanlah milik pemerintah atau para petinggi-petinggi pemerintah tetapi ketahan nasional adalah milik seluruh rakyat yang berada didalamnya untuk menjaga keamanan dan kesejahteraan bangsa itu sendiri dalam semua aspek guna mencapai bangsa yang sejahtera, makmur dan damai.

wawasan nusantara


WAWASAN NUSANTARA
Wawasan nusantara adalah geopolitik Indonesia.  Ia mengandung unsur-unsur atau konsepsi yang terdapat dalam geopolitik seperti dipaparkan pada bab sebelumnya.  Akan tetapi ia juga dapat disebut geopolitik apabila ditinjau dari tataran pemikiran/konsepsi yang berlaku di Indonesia, yaitu bahwa ia merupakan pra-syarat bagi terwujudnya cita-cita nasional yang tertuang dalam Pancasila (periksa Bab Pendahuluan).  Dalam hal pra-syarat ini sudah barang tentu memanfaatkan ruang (fisik atau semu) di dalam membentuk persatuan dan atau kesatuan.Konfigurasi Indonesia adalah unik dan sekaligus amat menentang, masih ditambah lagi dengan ciri-ciri demografi, anthropologi, meteorologi dan latar belakang sejarah yang memberi peluang munculnya dis-integrasi bangsa.  Tidaklah mengherankan apabila para pendiri Republik sejak dini telah meletakkan dasar-dasar geopolitik Indonesia yaitu melalui ikrar Soempah Pemoeda, dimana amanatnya adalah: Satoe Noesa, yang berarti keutuhan ruang nusantara; Satoe Bangsa, yang merupakan landasan kebangsaan Indonesia; Satoe Bahasa, yang merupakan faktor pemersatu seluruh ruang nusantara bersama isinya.
Kebangsaan Indonesia sebenarnya terdiri dari 3 (tiga) unsur geopolitik yaitu:
1.    Rasa Kebangsaan
2.    Paham Kebangsaan
3.    Semangat Kebangsaan
Ketiga-tiganya menyatu secara utuh menjadi jiwa bangsa Indonesia dan sekaligus pendorong tercapainya cita-cita Proklamasi.  Rasa kebangsaan adalah sublimasi dari Soempah Pemoeda dan menyatukan tekad menjadi bangsa yang kuat, dihormati dan disegani diantara bangsa-bangsa di dunia ini.  Dalam kaitan dengan status bangsa yang demikian itulah Presiden Soekarno secara konsisten menggembleng rasa kebangsaan kita agar seluruh bangsa ini terbebas dari rasa rendah diri.  Hasilnya, kita seluruh bangsa Indonesia bangga menjadi warga bangsa walaupun secara ekonomis sangat lemah.  Rasa kebangsaan merupakan perekat persatuan dan kesatuan, baik dalam makna spirit maupun geografi, sehingga secara operasional dapat membantu meniadakan kemungkinan munculnya frontier.  Semangat kebangsaan bukanlah monopoli dari warga bangsa yang pribumi saja akan tetapi dapat dan harus milik semuanya seluruh warga bangsa.
Di atas landasan rasa kebangsaan yang kokoh dapatlah dibangunFaham Kebangsaan yang merupakan pengertian yang mendalam tentang apa dan bagaimana  bangsa itu serta bagaimana mewujudkan masa depannya.  Ia merupakan intisari dari visi warga bangsa tentang kemana bangsa ini harus dibawa ke masa depan dalam suasana lingkungan yang semakin menantang.  Secara formal faham kebangsaan ini dapat dibina melalui proses pendidikan dan pengajaran dalam bentuk materi ajaran, misalnya Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional, Doktrin dan Strategi Pembangunan Nasional, Sejarah dan Budaya Bangsa, dan sebagainya.  Untuk itu para perancang materi pengajaran harus benar-benar memiliki visi dan pengetahuan tentang kebangsaan serta kaitannya dengan kepentingan geopolitik.
Pada akhirnya menjaga kelangsungan hidup bangsa akan terpulang pada Semangat Kebangsaan atau nasionalisme, merupakan produk akhir dari sinergi rasa kebangsaan dengan faham kebangsaan. Banyak pakar yang berpendapat bahwa konsepsi tentang rasa kebangsaan atau wawasan kebangsaan secara keseluruhan sudah usang dan ketinggalan zaman.  Kemungkinan besar hal itu perlu dipikirkan kembali, sebagai contoh lihatlah negara-negara dunia ketiga yang terkena sanksi embargo dari penguasa dunia yang bernama Dewan Keamanan PBB.  Nyatanya mereka tetap survive hingga sekarang tidak lain berkat wawasan kebangsaan yang mantap.
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa geopolitik hanya akan efektif apabila dilandasi oleh wawasan kebangsaan yang mantap, karena tanpa itu ia tidak lebih hanya permainan politik semata, sebab wawasan kebangsaan akan membuat ikrar satoe bangsa terwujud dan bangsa yang satu itu dapat mewujudkan satoe noesa dengan berbekal landasan satoe bahasa.
Oleh karena adanya amanat yang demikian itulah maka Wawasan Nusantara secara ilmiah dirumuskan dalam bentuk konsepsi tentang Kesatuan yang meliputi:
1. Kesatuan Politik,
2. Kesatuan Ekonomi,
3. Kesatuan Sosial Budaya, dan
4. Kesatuan Hankam.
Keempatnya sesungguhnya merupakan jabaran dari Soempah Pemoeda.
Kesatuan Politik
Kesatuan politik disadari pentingnya dari adanya kebutuhan untuk mewujudkan pulau-pulau diwilayah nusantara menjadi satu entity yang utuh sebagai tanah air.  Ini berarti bahwa tidak ada lagi laut bebas diantara pulau-pulau tersebut, sehingga laut diantara pulau-pulau itu berubah wataknya dari pemisah menjadi pemersatu.  Tanah air nusantara.  Kesadaran tersebut diatas dipacu oleh pengalaman adanya intervensi asing berupa kapal laut maupun kapal terbang yang membantu pemberontakan pada tahun lima puluhan.  Pada tahun 1957 kesadaran demikian diwujudkan dalam bentuk Deklarasi Djuanda yang kemudian diangkut menjadi Perpu No. 4/1960.  Kesatuan geografi yang menjadi bagian dari kesatuan politik, sebagaimana dideklarasikan oleh Perdana Menteri Djuanda itu dinamakan Azas Nusantara (ia merupakan bagian dari Wawasan Nusantara).
Azas Nusantara lahir karena secara langsung adanya kebutuhan rasa aman dan keamanan bangsa dan negara, sehingga pemerintah dapat mengatur seluruh tanah air yang satu dan utuh.  Sesuai dengan Doktrin TNI bahwa ancaman terhadap satu pulau (atau sejengkal tanah) dianggap sebagai ancaman terhadap seluruh negara.  Azas nusantara merupakan konsepsi ruang bangsa Indonesia yang sangat unik, baik ditinjau dari pemikiran Ratzel maupun Mahan.  Dengan keyakinan bahwa laut nusantara merupakan pemersatu ruang negara maka sesungguhnya sejak Deklarasi Djuanda secara psikologi bangsa kita menganggap ruang negaranya merupakan satu “benua”.
Dengan telah dikukuhnya negara Indonesia oleh Konvensi Hukum Laut 1982 sebagai Archipelagic State maka semakin mantaplah gambaran psikologis tadi.  Archipelagic State merupakan hal baru dalam khasanah hukum international positif sehingga bagi warga dunia lainnya masih diperlukan adaptasi untuk menghadapi realitas baru ini, terutama sekali  bagi para stake holders.
Pemerintah harus mampu menegakkan kekuasaannya disamping kewajibannya terhadap rakyat maupun terhadap masyarakat international; untuk itu diperlukan hukum yang satu dalam rumusan, dalam niat, dalam interprestasi, dalam pelaksanaannya serta dalam enforcementnya.
Diseluruh wilayah negara hanya berlaku satu hukum nasional dengan niat untuk diabadikan kepada kepentingan bangsa dan negara. Bahwa ada daerah khusus, daerah otonomi khusus, atau daerah otonomi diperluas hanyalah merupakan nuansa dalam administrasi pemerintahan.  Adanya satu hukum nasional dengan satu interprestasi resmi merupakan satu keharusan bagi terwujudnya respek kepada pemerintah dan negara tidak hanya dari rakyatnya sendiri akan tetapi juga dari masyarakat international.  Terjadinya kekisruhan dalam perundang-undangan yang ditandai oleh saling bertabrakannya berbagai undang-undang yang dirancang oleh tiap Departemen Teknis menunjukkan bahwa masalah kesatuan masih perlu ditata kembali.  Juga semakin populernya Surat Keputusan Bersama (SKB) antara beberapa Menteri menunjukkan kurangnya wibawa seorang Menteri dalam mengatur kegiatan masyarakat.  Dalam keadaan begini, soal good governance perlu dicermati agar wibawa pemerintah di dalam dan di luar negeri terjaga.
Setelah Timor Timur diizinkan untuk melaksanakan referendum maka warga Aceh menuntut yang sama, dan ada kemungkinan disusul yang lainnya lagi.  Gejala demikian dapat dilihat dari segi tatanegara dan menyebutnya sebagai gejala dis-integrasi atau dilihat dari segi politik sebagai gejala mencairnya kesatuan politik.  Dalam masyarakat plural dan heterogen,  integrasi dan atau kesatuan politik hanya dapat dipertahankan oleh pemerintah yang berwibawa dan pimpinan nasional yang kuat kepemimpinannya.  Lepasnya Timor Timur dari Indonesia merupakan bukti bahwa menangkal terjadinya dis-integrasi juga memerlukan pengertian tentang konsepsi ruang, yaitu, bahwa manakala kesatuan politik tidak dapat dipertahankan maka serta merta muncullah frontier.  Karena itu kesatuan politik (dan ruang) adalah mutlak untuk menanggulangi dis-integrasi bangsa dan negara.
Kesatuan Ekonomi
Telah diuraikan terdahulu bahwa kegiatan ekonomi memerlukan ruang gerak; dan ini dapat disediakan melalui proses demokratisasi.  Akan tetapi demokrasi tidaklah berarti berbuat sesuai aturannya sendiri-sendiri akan tetapi perlu taat pada koridor yang telah disepakati bersama, artinya sistem perekonomian nasional haruslah seiring dengan sistem politik nasional.  Jika sistem politik menganut azas desentralisasi, maka segala perijinan pun harus didesentralisir.  Jika pendapatan dari kekayaan alam dibagi secara adil antara pusat dan daerah maka kewenangan untuk memberikan dan menentukan area konsesi eksplorasi maka juga pemerintah daerah diberikan peranan secara proporsional.  Rasa ketidakberdayaan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat merupakan benih awal dis-integrasi.
Setelah kegiatan ekonomi diberikan ruang gerak yang cukup maka perlu dijaga kesatuannya diseluruh wilayah negara, antara lain, berlakunya satu mata uang tunggal, yaitu rupiah.  Pada saat krisis ekonomi memuncak dan nilai tukar rupiah sangat labil, maka mencairlah kesatuan ekonomi karena untuk sementara para pelaku ekonomi bertransaksi dengan dollar AS.  Demikian juga sampai dengan tahun enam puluhan di Riau diberlakukan rupiah khusus yang dinilai tukarnya dipatok dengan dollar Singapura sebagai akibat derasnya perdagangan lintas batas dan kurangnya kegiatan ekonomi dengan Pusat.
Kesatuan ekonomi juga bermakna kesatuan tafsir ke arah mana perekonomian nasional diperuntukkan.  Jawabnya adalah untuk kemanfaatan sebesar-besarnya bagi rakyat sesuai amanat UUD ‘45.  Seandainya pemanfaatan sumber dengan alam hanya dinikmati oleh para konglomerat saja maka hilanglah kesatuan tadi, dan akibatnya seperti yang kita saksikan bersama.  Apabila cita-cita para pendiri Republik adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur atau masyarakat makmur yang berkeadilan, maka kesatuan ekonomi harus diwujudkan dan dipertahankan.
Bagi daerah perbatasan yang terpencil dan sistem sirkulasi nasional sangat minim, kadang-kadang kesatuan ekonomi tidak terasakan.  Mereka lebih terjangkau oleh kesatun ekonomi dari sistem negara tetangga; yang apabila didiamkan saja (banyak daerah yang mengalami hal itu) maka bisa menumbuhkan frontier.  Bagi rakyat kecil, khusus di daerah perbatasan dan daerah terpencil, kesatuan ekonomi mungkin sekali lebih bermakna dibandingkan dengan kesatuan politik (dalam artian sistem politik).  Karena itu bagi negara seperti Indonesia ini, yang konfigurasi geografinya amat menantang perencanaan pembangunan harus diorientasikan pada prinsip geopolitik bangsa Wawasan Nusantara.
Datangnya globalisasi memang merupakan tantangan bagi azas kesatuan ekonomi, karena banyak hal-hal yang dahulu bisa diputuskan oleh pemerintah maka sekarang ini harus diserahkan pada kekuatan pasar global.  Pemerintah memang tetap berdaulat atas mata uang rupiah akan tetapi terhadap nilai tukarnya tidak lagi.  Tiap pemerintahan yang berusaha menetapkan nilai tukar mata uangnya akan mendapat tekanan pasar yang luar biasa.  Demikian juga munculnya lembaga-lembaga keuangan internasional yang seakan-akan merupakan satu entitas yang berdaulat juga menjadi tantangan tersendiri terhadap kedaulatan dan kewibawaan negara.  Padahal untuk menegakkan kewibawaan perlu kedaulatan dan sebaliknya.
Kesatuan Sosial Budaya
Bangsa Indonesia sesungguhnya mewujud atas dasar kesepakatan bukan atas dasar sejarah atau geografi.  Dalam BPUPKI terjadi perdebatan antara para tokoh pendiri Republik ini tentang apa itu bangsa Indonesia dan apa itu wilayah negara Indonesia.  Ini adalah salah satu bukti bahwa bangsa dan bahkan negara Indonesia mewujud atas dasar kesepakatan.  Setelah itu terjadi berbagai kesepakatan lain yang mengikutinya, misalnya saja tentang bentuk negara kesatuan bukan federasi.  Serangkaian kesepakatan para pendiri Republik itulah yang seyogyanya perlu dijaga dan dijadikan commitment bersama seluruh bangsa, karena semua kesepakatan yang telah dibuat itu merupakan bingkai dari jatidiri bangsa, yang apabila diingkari bagian-bagiannya maka mencairlah jatidiri itu.
Ada sementara pakar yang ahli dalam bidangnya menyarankan bahwa apa yang ada itu, termasuk Pancasila, jangan dikeramatkan alias dapat diubah atau ditinggalkan sama sekali.  Sebenarnya kalau akan bereksperimen sudah barang tentu tidak ada yang melarang asalkan bukan pada tingkat bangsa dan negara.   Contoh eksperimen tingkat negara yang berbahaya adalah referendum di Timor Timur yang tidak menyelesaikan masalah akan tetapi justru menciptakan masalah yang baru yang lebih kompleks.
Kesatuan sosial budaya sesungguhnya merupakan sublimasi dari rasa, faham dan semangat kebangsaan.  Tanpa memandang suku, ras dan agama serta asal keturunan, perasaan satu dimungkinkan untuk dibentuk asal sama-sama mengacu pada wawasan kebangsaan Indonesia sebagaimana dicontohkan oleh Soempah Pemoeda.
Pelestarian serta pengembangan budaya daerah, ciri-ciri asli daerah, memang amat diperlukan dalam rangka pengakaran penduduk setempat pada nilai-nilai budayanya; akan tetapi hal itu tidaklah seharusnya mendorong munculnya sentimen ke daerah sempit.  Nilai budaya daerah memang harus dilestarikan, sebab tidak ada yang dinamakan budaya nasional, dan pelestarian itu justru dimaksudkan sebagai bagian dari pemupukan identitas nasional.  Sejarah umat manusia telah memberikan berbagai contoh surutnya kebesaran satu bangsa atau bahkan musnah satu suku bangsa di zaman dahulu; dan proses itu selalu didahului oleh kemorosotan budayanya karena tidak ada upaya pelestarian.  Pada zaman modern ini terjadi pula hal yang hampir serupa yaitu musnahnya negara Yugoslavia seperti yang kita kenal dahulu.  “Bangsa” Yugoslavia adalah hasil kesepakatan diantara para pendirinya.  Beda dengan Indonesia adalah bahwa disana tidak ada satu bahasa melainkan 4 (empat) bahasa resmi, sehingga rasa satu berlangsung hanya selama dapat  bersandar pada Tito.
Pertentangan agama juga secara potensial menghalangi terjadinya kesatuan sosial budaya walau kedua belah pihak berada dalam satu suku atau bangsa, misalnya apa yang terjadi di Irlandia Utara, Bosnia, Kosovo dan sebagainya.  Karena itu amat penting apabila pengajaran agama disekolah-sekolah formal dan non-formal perlu diberikan masukan tentang kebangsaan dan juga sebaliknya.
Mengingat agama memberikan landasan kekuatan iman dan moral pada setiap individu masyarakat bangsa maka niscaya hal tersebut akan berujung pada pembentukan ketahanan pribadi masing-masing warga, dan hal inilah yang amat bermanfaat dalam pembinaan kesatuan sosial budaya.
Kesatuan sosial budaya dikaitkan dengan pembentukan ketahanan pribadi merupakan penangkalan terhadap kemungkinan terjadinya frontier.  Hal ini perlu diwaspadai karena setiap budaya mempunyai ciri atau kemampuan untuk men-subversi budaya lain secara halus dan tak terasa terjadinya.  Hanya kesatuan dan kekuatan budayalah yang dapat menangkalnya, dan itu berarti harus dijaga secara terus menerus agar proses pewarisan berlangsung.