Selasa, 06 November 2012

Masyarakat desa dan masyarakat kota dalam pembangunan bangsa Indonesia


Masyarakat desa dan masyarakat kota dalam pembangunan bangsa Indonesia
Melihat dari berbagai aspek yang ada, baik kita lihat secara langsung ataupun melalui media informasi, baik cetak maupun media elektronik, bahwa betapa fenomena hidup yang ada dipedesaan mulai mengalami pergeseran nilai, norma serta adat istiadat yang tidak lagi dihiraukan oleh banyak penduduk desa yang ingin merasa kehidupannya berubah, baik ekonomi maupun status sosialnya.
Serta fenomena kehidupan perkotaan yang mempunyai motto hidup “Biar tekor asal Tersohor” menjadi sebuah gaya hidup serba boleh, walaupun itu melabrak norma-norma hukum lebih-lebih norma agama.
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Masyarakat (society) merupakan istilah yang digunakan untuk menerangkan komuniti manusia yang tinggal bersama-sama. Boleh juga dikatakan masyarakat itu merupakan jaringan perhubungan antara pelbagai individu. Dari segi perlaksaan, ia bermaksud sesuatu yang dibuat - atau tidak dibuat - oleh kumpulan orang itu. Masyarakat merupakan subjek utama dalam pengkajian sains sosial.
Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural commun     ity) dan masyarakat perkotaan (urban community). Menurut Soekanto (1994), per-bedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual.
Kita dapat membedakan antara masya-rakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan "berlawanan" pula. Masyarakat kota dan masyarakat kota berperan penting dalam pembangunan bangsa Indonesia 
Kota secara internal pada hakekatnya merupakan suatu organisme, yakni kesatuan integral dari tiga komponen meliputi penduduk, kegiatan usaha dan wadah. Ketiganya saling terkait, pengaruh mempengaruhi, oleh karenanya suatu pengembangan yang tidak seimbang antra ketiganya, akan menimbulkan kondisi kota yang tidak positif, antara lain semakin menurunnya kualitas hidup masyarakat kota. Dengan kata lain, suatu perkembangan kota harus mengarah paa penyesuaian lingkungan fisik ruang kota dengan perkembangan sosial dan kegiatan usaha masyarakat kota.
Di pihak lain kota mempunya juga peranan/fungsi eksternal, yakni seberapa jauh fungsi dan peranan kota tersebut dalam kerangka wilayah atau daerah-daerah yang dilingkupi dan melingkupinya, baik dalam skala regional maupun nasional. Dengan pengertian ini diharapkan bahwa suatu pembangunan kota tidak mengarah pada suatu organ tersendiri yang terpisah dengan daerah sekitarnya, karena keduanya saling pengaruh mempengaruhi.jadi Melalui hubungan tersebut  mereka melakukan kegiatan ekonomi. masyarakat kota dan masyarakat desa dalam bidangnnya masing-masing karena saling terkait/berhubungan, merupakan salah satu cara untuk membangun suatu bangsa menjadi lebih baik dengan mereka bekerja sama dan bersatu.


Peran keluarga dalam pembangunan bangsa Indonesia


Peran keluarga dalam pembangunan bangsa Indonesia
Sepanjang sejarah peradaban umat manusia, keluarga merupakan elemen dasar di dalam masyarakat.  Agama Samawi percaya bahwa konsep keluarga sudah dikenal sejak Tuhan menciptakan Adam dan Hawa sebagai manusia pertama di muka bumi.
Dalam perkembangannya, keluarga menjadi unsur inti dalam struktur sosial, yaitu sebagai perantara individu dengan masyarakat. Kita dapat menyaksikan dan telah pula merasakan bagaimana interaksi dan sosialisasi di dalam keluarga menentukan bagaimana cara seseorang berpikir, bersikap, dan bertindak di lingkungan sosial yang lebih luas.
Sampai saat ini, keberadaan keluarga di tengah masyarakat masih tetap dipertahankan. Namun seiring dengan modernisasi, indusrialisasi, dan globalisasi informasi yang merasuki segenap kehidupan manusia, konsep keluarga mulai mengalami pergeseran dalam pendefinisian dan pemaknaannya.
Keluarga sesungguhnya dapat memainkan peranan yang sangat strategis dalam pembangunan, sebagai salah satu pilar pembangunan yang kokoh. Tantangan bagi masyarakat kita adalah bagaimana mempertahankan identitas atau jati diri kita sebagai bangsa. Globalisasi yang tidak disikapi secara arif dikhawatirkan dapat menggerus dan menggerogoti nilai-nilai kebangsaan generasi muda Indonesia. Apalagi masyarakat Indonesia sangat terbuka dalam menerima informasi baru dan ada kecenderungan suka melakukan imitasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyaringan nilai-nilai budaya asing yang bertentangan dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
Sementara itu, tantangan pembangunan juga merupakan pekerjaan rumah yang belum selesai, terutama sekali pembangunan manusia Indonesia. Dalam LaporanHuman Depelopment Index tahun 2009, Indonesia masih berada pada peringkat ke-111 dari 182 negara. Terkadang hal ini memunculkan pertanyaan sekaligus pesimisme : “Mampukah bangsa kita berkompetisi di era globalisasi yang semakin terbuka lebar?”
Satu tantangan lainnya yang tak boleh dinafikan adalah pengejewantahan Sila Pertama Pancasila, “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sejak pertama kali dirumuskan, para founding father republik ini menyadari pentingnya agama sebagai ruh dalam aktivitas masyarakat Indonesia. Negara Indonesia adalah negara yang religius. Permasalahan muncul ketika nilai-nilai agama telah melapuk sehingga agama tidak lagi memberi makna dalam setiap sendi-sendi kehidupan masyarakat. Agama tidak lagi menjadi kontrol individu untuk malu melakukan pelanggaran dan kejahatan. Ironisnya, di sisi lain agama seringkali digunakan sebagai kontrol sosial yang negatif, terbukti dengan maraknya kekerasan atas nama agama yang dilakukan oleh orang-orang yang “taat beribadah”. Bagi negara Indonesia yang masyarakatnya sangat plural, keadaan ini sangat rentan untuk memecah belah persatuan yang telah terjalin lebih dari setengah abad, sehingga kita perlu segera mengambil sikap.
Komitmen pembangunan manusia melalui keluarga, terutama sekali pembinaan para generasi muda Indonesia belum menjadi agenda utama dalam pembangunan. Padahal banyak pihak yang menyadari begitu strategisnya peran keluarga dalam mencetak generasi muda yang berkualitas. Terlebih lagi, perubahan nilai-nilai sosial budaya yang semakin tidak pasti di era globalisasi informasi ini tidak akan dapat dinetralisir dengan pendekatan model ekonomi saja. Kalau tidak yang terjadi adalah munculnya distorsi dalam pembangunan, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi yang tidak diikuti oleh peningkatan kualitas mental dan spiritual manusianya.
Keluarga yang punya potensi strategis di dalam pembangunan akhirnya dibiarkan berdiri sendiri melakukan edukasi kepada anggotanya. Sementara itu, oleh sebagian besar keluarga peran ini kerapkali malah dilimpahkan kepada institusi pendidikan, sehingga tanggung jawab pendidikan ada di pihak sekolah. Institusi keluarga seolah-olah melepaskan tanggung jawab mereka dalam menciptakan sumberdaya manusia bangsa yang berkualitas. Padahal banyak pakar berpendapat bahwa krisis di dalam keluarga merupakan awal dari krisis-krisis di kehidupan lain yang lebih luas.
Pembinaan Keluarga
Peningkatan kualitas generasi muda merupakan masalah nasional. Namun pelaksanaannya bukan saja menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga menjadi tanggung jawab masyarakat, dan terutama sekali keluarga sebagai unsur inti dalam masyarakat. Oleh sebab itu, dibutuhkan pembinaan keluarga yang ditujukan untuk meningkatkan keberfungsian keluarga. Suatu keluarga dikatakan berfungsi apabila keluarga tersebut dapat memainkan peranannya sebagaimana seharusnya.Kebiasaan, bahasa, norma, dan sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat ditransformasikan kepada anak melalui pranata keluarga. Dalam lingkungan keluarga, anak belajar sopan santun, membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Pilihan Kebijakan
Sesungguhnya ada begitu banyak pilihan kebijakan yang dapat ditempuh oleh pemerintah dalam melindungi dan mendorong keberfungsian keluarga Indonesia. Berikut ini adalah beberapa usul pilihan kebijakan yang mungkin dapat dipertimbangkan.
1. Revitalisasi Organisasi Keluarga yang Sudah Ada
Dalam menyikapi berbagai perubahan sosial budaya dan kompetisi dunia yang semakin tinggi, maka penguatan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan yang sudah ada perlu dilakukan. Selama ini, organisasi yang bergerak di bidang keluarga seperti PKK dan BKKBN terlalu besar porsi perhatiannya pada peningkatan ekonomi dan kesejahteraan keluarga, sementara di sisi lain sering menomorduakan penguatan peran edukasi oleh keluarga.
Melihat keberfungsian keluarga dalam pendidikan anak dewasa ini mulai mengeropos akibat kesibukan orang tua yang semakin tinggi, organisasi keluarga di atas perlu juga memberi pengertian dan membangkitkan kembali kesadaran bahwa tanggung jawab membina anak di rumah sama pentingnya dengan mengejar karir di luar rumah. Selain itu, organisasi keluarga juga perlu mensosialisasikan kepada setiap keluarga dan sekolah akan pentingnya penerapan pola asuh demokratis dalam membina anak.
2. Koordinasi Institusi Pendidikan-Keluarga-Masyarakat
Koordinasi antara institusi pendidikan, keluarga, dan masyarakat ditambah peran negara dari atas perlu juga dikembangkan agar tercipta sebuah model pembinaan generasi muda yang integratif, sehingga tidak terjadi kesenjangan pendidikan di ranah publik dan ranah domestik. Bagaimana prosedur koordinasi ini membutuhkan diskusi panjang yang perlu dibicarakan lebih lanjut.
3. Konstruksi Kultural
Konstruksi kultural dapat berarti membangun sebuah persepsi masyarakat tentang sesuatu yang dianggap ideal, penting, dan mendesak. Hal ini melibatkan adanya realitas yang diambil dan adanya realitas yang ditinggalkan. Simbol-simbol tentang kebaikan, kebenaran, kepahlawanan, pengabdian, dan sebagainya diciptakan sedemikian rupa sehingga membentuk pola nilai dan pandangan tertentu. Konstruksi ini perlu diciptakan oleh pemerintah untuk disosialisasikan dan dibudayakan kepada masyarakat luas. Tujuan idealnya adalah agar tercipta budaya unggul (culture of exellence) yang meresap ke dalam sanubari masyarakat.
Sebenarnya setiap suku bangsa di Indonesia sudah memiliki budaya unggul dengan karakteristiknya masing-masing. Namun, perubahan zaman yang semakin kompleks membutuhkan adanya pengayaan terhadap budaya unggul yang sudah ada, yang mana sumbernya dapat berasal dari budaya-budaya lokal maupun budaya asing yang konstruktif.
4. Regulasi Undang-Undang Keluarga Nasional
Melihat kepada begitu bebasnya arus informasi di era globalisasi di mana sebagian diantaranya sangat destruktif, ditambah lagi dengan masalah ketidakberfungsian keluarga, rendahnya kualitas sumber daya manusia dan moral bangsa sebenarnya mengerucut pada satu pemikiran, yaitu bahwa negara kita membutuhkan sebuah Undang-Undang Keluarga Nasional yang bisa mengakomodasi kepentingan di atas. Isu ini perlu dikaji secara kontinu dan lebih mendalam oleh berbagai ahli lintas disiplin ilmu. Kemudian dengan merangkul segenap instansi seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Kementrian Pendidikan, Kementrian Agama, Kementrian Sosial, dan sebagainya, serta dengan melibatkan peran serta lembaga swadaya masyarakat, kita dapat mengusulkan suatu rancangan undang-undang keluarga nasional yang bermutu kepada badan legislatif. Regulasi Undang-Undang Keluarga Nasional pada tataran makro sangat dibutuhkan mengingat negara tidak akan dapat menjalankan suatu program tanpa kebijakan. Dan proses regulasi ini pun hendaknya melibatkan kesadaran di tingkat akar rumput.

Pemuda dan perannya sebagai agen perubahan bangsa Indonesia


Pemuda dan perannya sebagai agen perubahan bangsa Indonesia

Sejarah perjalanan bangsa Indonesia tidak lepas dari keberadaan dan peran pemuda. Peran pemuda sangat jelas terlihat pada awal perjuangan kemerdekaan, masa kemerdekaan, dan pascakemerdekaan.  Kiprah pemuda di Indonesia diawali pada 1908 yang ditandai dengan berdirinya Budi Utomo. Semangat kebangkitan ini mengkristal dengan dideklarasikannya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.
Peristiwa ini menjadi catatan penting dalam mempersatukan pemuda dan perjuangan bangsa secara terpadu. Sumpah Pemuda meletakkan arah dan tujuan perjuangan menentang kolonialisme. Sumpah Pemuda juga menjadi genealogi-politik menuju Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Pada hari Minggu 28 Oktober 1928, selayaknya tidak hanya disebutkan sebagai Hari Sumpah Pemuda, melainkan juga hari lahirnya bangsa Indonesia. Sumpah Pemuda tidak lain sebuah factum unionist atau akta lahirnya sebuah definisi bangsa berikut unit geografi politiknya (tanah air Indonesia) dan identitas nasional (bahasa Indonesia dan simbol merah putih).
Kepada anak bangsa sebagai generasi penerus perlu membaca ulang makna Sumpah Pemuda dengan jiwa dan semangat kebangsaan serta keinginan bersatu yang tinggi. Seperti pandangan Keith Foulcher (2008) yang menyoroti proses perkembangan Sumpah Pemuda sebagai suatu simbol nasional yang penting sejak 1928 hingga sekarang. Dalam pemahamannya, Sumpah Pemuda yang kita kenal sekarang, merupakan suatu hasil dari akumulasi nilai-nilai yang disisipkan dan dititipkan sejak peristiwa 84 tahun silam itu.
Ketika itu dalam dada kaum muda ada sebuah ikon untuk mengusir Hindia Belanda. Ini merupakan sebuah cikal bakal sebuah bangsa yang otonom dan mandiri. Sumpah Pemuda merefleksikan adanya unsur rakyat Indonesia yang ketika itu mengihktiarkan sebuah negara yang merdeka, keluar dari ketertindasan oleh penjajah kolonial Belanda.
Berbagai peristiwa menjadikan bukti nyata bahwa pemuda selalu menjadi garda terdepan dalam usaha-usaha perbaikan bangsa. Benang merah dari berbagai peristiwa tersebut, bahwa pemuda Indonesia selalu menempatkan dirinya sebagai agen perubahan (agent of change) bagi negerinya. Konsepsi peranan ini menempati pikiran dan tindakan mereka untuk selalu menggelorakan perubahan pada bangsa ini.
Namun sayang, Sumpah Pemuda sejak tahun 1928 itu telah dipolitisasi dari masa ke masa. Pemuda dijadikan alat politik untuk mengejar kekuasaan. Selayaknya dibutuhkan proses penyadaran terhadap pemuda agar bersikap kritis. Ikut membangun bangsa dan negara melalui keahliannya masing-masing. Jangan sampai diperalat untuk kepentingan penguasa yang hanya mencari keuntungan pribadi atau kelompok. Di tangan pemuda, sebuah perubahan bisa terjadi. Sebab, daya imajinasi, kreasi, dan inovasi senantiasa melekat pada semangat generasi muda.

Hanya pemuda yang suka perubahan bakal meraih kesuksesan. Sementara mereka yang tidak mau berubah akan tetap terpuruk dan menjadi orang tertinggal. Begitulah ungkapan yang pernah dilontarkan Pendiri Rumah Perubahan Rhenald Kasali.

“Pemuda mencintai perubahan karena seiring dengan pola berpikir mereka yang terus berkembang.Termasuk, kapasitas mereka dalam mengasah potensi dan bakat mereka agar terus mencapai perubahan atau kesempurnaan,” kata Rhenald, Sabtu 27 Oktober 2012

Sebab, upaya melakukan perubahan memang tidak pernah bisa dilepaskan dari karakter kalangan muda. Daya imajinasi, kreasi, dan inovasi senantiasa melekat pada semangat generasi muda. Karena itu, tidak heran jika Presiden Pertama Indonesia Soekarno dalam sebuah pidatonya secara tegas mengatakan peran pemuda yang bisa diandalkan untuk melakukan perubahan.

Bung Karno hanya membutuhkan 10 pemuda untuk mengguncang dunia. “Beri aku 1.000 orang tua,niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya.Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” Kalimat Bung Karno tersebut merupakan gambaran bagaimana kedahsyatan pemuda sebagai agen perubahan. Tentu saja,pemuda yang dimaksud ialah mereka yang berpikiran positif, dan berprestasi.

Saat ini ini populasi pemuda Indonesia mencapai 64 juta orang (berdasarkan Sensus Penduduk 2010). Angka ini setara dengan 15 kali populasi Singapura. Jika populasi yang besar ini bisa dimanfaatkan secara maksimal, bukan tidak mungkin semakin banyak pemuda Indonesia yang bisa berbicara di kancah global. Pemuda memiliki peran sangat penting dalam mendukung kemajuan suatu bangsa.

Betapa tidak, dengan besarnya energi, talenta dan kreativitas yang dimiliki, pemuda sangat mungkin menjadi agen perubahan bagi negara. Dengan besarnya potensi dan energi yang dimiliki,pemuda memang sangat mungkin untuk menjadi agen perubahan dan kemajuan bagi sebuah negara. Buktinya kini, tidak sedikit pemuda Indonesia yang berhasil mengharumkan nama bangsa berkat keahliannya.

Bahkan, dengan berbagai kemampuan dan prestasi yang berhasil diraih, beberapa dari mereka mampu membuat nama Indonesia diakui di kancah global. Kini, tidak sedikit anak muda Indonesia yang berhasil meraih berbagai prestasi di dunia internasional. Sebut saja Rio Haryanto, pembalap GP2 yang saat ini menjadi satu-satunya pembalap Indonesia pemegang lisensi Formula 1 (F1).

“Saya selalu berusaha untuk fokus dan optimistis dalam mengejar citacita yang saya impikan,” ujar Rio.

Lalu, ada nama Tania Gunadi, Mojang Bandung yang sukses menjadi salah satu aktris ternama Hollywood. Kesuksesan Nia—begitu dia biasa disapa— menjadi aktris ternama seperti saat ini, bukanlah hal mudah yang dapat diraih. Dia harus bekerja paruh waktu di restoran cepat saji sambil bersekolah. Menurutnya, selain selalu berpikir positif kunci suksesnya adalah tidak pernah menolak peran yang diberikan. “Karena dengan selalu positif aku merasa lebih gampang untuk menjalankan pekerjaan ini,”ujarnya.

Menurut pengamat sosial Universitas Indonesia Devie Rachmawati, populasi pemuda yang sangat besar bisa menjadi sebuah berkah demografi yang pantas disyukuri. Hal ini mengingat di sejumlah negara Eropa dan Jepang jumlahnya mengalami penurunan produktivitas karena jumlah orang tua yang besar dan tingkat produktivitas pemudanya menurun.

“Namun,jumlah besar ini bisa menjadi bencana demografi jika kualitas pemuda Indonesia kurang menjanjikan,” jelas Devie yang juga menyarankan agar pemerintah mempunyai grand design yang jelas tentang arah pembangunan ke depan.

Sebab, pemuda sebagai bagian dari potensi pembangunan perlu diberdayakan agar mampu berkiprah dalam memajukan bangsa, dan mereka siap menghadapi tantangan global.

Apalagi, saat ini jumlah pemuda Indonesia yang mencapai 64 juta jiwa menjadi aset yang menguntungkan bagi masa depan bangsa.Jika diperhatikan secara serius beragam potensi dan bakat mereka akan terbangun dan menciptakan perubahan besar bagi kemajuan bangsa dan negara.